Mbah Maridjan, Pria Rosa dari Merapi

Di rumah berbentuk joglo berhalaman luas yang terletak di Dusun Kinahrejo, Sleman, Daerah Istimewa Yogyakarta tinggal pria tua yang terlahir di Kinahrejo dengan nama Marijan. Orang-orang memanggilnya dengan sebutan mbah Marijan. Mbah Marijan memiliki tiga orang putra dan dua putri, buah pernikahannya dengan Ponirah yang berasal dari Ngrangkah, Umbulharjo, Sleman. Mbah Marijan sejak tahun 1983 dipercaya oleh Keraton Yogyakarta memegang peran sebagai juru kunci Gunung Merapi Yogyakarta. Mbah Marijan lahir pada tanggal 14 tahun 1927.

Sebagai juru kunci Gunung Merapi, tugas yang diemban Mbah Marijan tidaklah mudah. Tugas pokok Mbah Marijan adalah mengantarkan sesaji ketika prosesi Labuhan Merapi yang diselenggarakan setiap bulan September. Beliau juga memberi wejangan pada para pendaki Gunung Merapi agar tak menyalahi tata krama.

Setelah resmi diangkat menjadi abdi dalem oleh Sri Sultan Hamengku Buwono IX dengan tugas sebagai juru kunci, Mbah Marijan mendapat gelar Mas Ngabehi Suraksohargo. Gaji Mbah Marijan sebesar Rp 3.510. Tetapi itu bukan masalah. Bekti dan kesetiaan bagi Mbah Marijan merupakan suatu hal yang harus dijunjung tinggi selain penghayatan terhadap tugas. Pada tahun 1995 Mbah Marijan mendapat gelar baru Mas Ngabehi Suraksohargo dari Kesultanan Yogyakarta.

Mbah Marijan mengakui dirinya banyak diilhami almarhum kakek dan ayahnya, Mbah Wonokaryo dan Kartorejo ayahnya, yang juga ditunjuk Keraton Yogyakarta menjadi juru kunci Gunung Merapi. Sebelum ayahnya meninggal pada tahun 1982, beliau berpesan agar Mbah Marijan bisa meneruskan perannya sebagai juru kunci sebab Gunung Merapi harus dijaga.

Untuk menjaga Gunung Merapi, Mbah Marijan selalu melaksanakan laku atau ritual yang diajarkan oleh almarhum kakek dan bapaknya. Sri Sultan Hamengku Buwono IX juga mengajarkan laku yang harus dimiliki seorang juru kunci Merapi. Pesan beliau yang paling Mbah Marijan kenang adalah jangan membiarkan orang mengowahi (mengubah) tata krama yang ada di Gunung Merapi. Kalaupun mau mengubah harus memakai aturan.

Kini setelah 22 tahun menjadi juru kunci, Mbah Marijan melihat kondisi alam di Gunung Merapi semakin memprihatinkan. Ada yang menambang pasir tanpa aturan, air tidak dibagikan secara adil dan pengambilan kayu yang melebihi batas.

Sri Sultan Hamengku Buwono X pernah berkata pada Mbah Marijan bahwa kita masih dibolehkan untuk mengambil rumput dan kayu. Tapi beliau berpesan jangan sampai masyarakat sekitar Merapi sendiri yang justru merusak lingkungan. Gunakan semua menurut keperluan, jangan berlebihan. Air dibagi dengan adil, rakyat punya jatah dan pemerintah juga punya. Kalau menambang pasir jangan sampai merusak lingkungan.

Sumber : Kompas, 26 Mei 2006
Mbah Maridjan, Pria Rosa dari Merapi Mbah Maridjan, Pria Rosa dari Merapi Reviewed by Agus Yuniarso on 23:35 Rating: 5
Diberdayakan oleh Blogger.